Text
Bukti elektronik dalam sistem pembuktian perdata
Transaksi elektronik semakin banyak dilakukan terutama di bidang perdagangan dan perbankan, sehingga perbuatan hukum tidak lagi didasarkan pada tindakan yang konkrit, kontan dan komun, melainkan dilakukan dalam dunia maya secara tidak kontan dan bersifat individual. Derasnya penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi dalam kegiatan yang berbasis transaksi elektronik, seperti layanan ATM (Anjungan Tunai Mandiri), transaksi melalui handphone, mobile banking, internet banking, e-commerce, dll, belum diikuti dengan perkembangan hukum formal yang dapat mengikuti percepatan kemajuan teknologi komunikasi dan informasi. Oleh karena itu, diperlukan kehadiran hukum yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di dunia maya, karena hukum positif yang ada saat ini baru dalam tataran hukum materiil, dalam tataran hukum formal belum dapat menjangkaunya.
Perkembangan yang terjadi berkenaan dengan bukti elektronik, berpengaruh pula terhadap sistem pembuktian perdata. Menurut sistem HIR {hukum acara perdata yang berlaku), hakim dalam membuktikan terikat pada alat-alat bukti yang sah diatur dalam undang-undang. Hal ini berarti bahwa hakim hanya boleh mengambil keputusan berdasarkan alat-alat bukti yang sudah ditentukan oleh undang-undang saja (Pasal 164 HIR). Keadaan ini tentu saja akan menyulitkan proses penyelesaian sengketa, khususnya proses pembuktian dalam hal terjadinya sengketa yang timbul dalam transaksi e-commerce. Karenanya dalam undang-undang Hukum Acara Perdata yang akan dibentuk harus mengatur secara tegas bukti elektronik seperti informasi/dokumen elektronik serta keluaran komputer lainnya, dan juga pemeriksaan saksi melalui teleconference sebagai alat bukti yang sah di luar alat bukti yang sudah ditentukan.
Tidak tersedia versi lain