Text
Kartini
JJia hanya lulusan fc.L.Y — bagaimana mungkin berani melantangkan sumpah menentang ikatan pernikahan? Menabrak akar tradisi, perempuan muda itu juga memiliki perspektif tentang dunia yang begitu jauh. Meradang terhadap ketidakadilan zamannya, pemberontakan Sang Putri Pingitan bak moncong senj ata, yang bahkan mengentak kesadaran seorang Ratu Wilhelmina.
Memahami Kartini, berarti menyelami perasaannya akan nasib Ngasirah yang terusir dari rumah utama. Menyelami pedihnya harus memanggil ibu kandungnya itu dengan sebutan Yu, layaknya kepada pembantu. Menghayati lukanya menyaksikan Kardinah, adik kandungnya, menderita akibat dijadikan istri kedua; melihat kepedihan perempuan yang seolah menjadi-jadi usai pernikahan. Sementara di sisi lain, dia harus pula menghadapi para politisi busuk yang menikungnya dengan berbagai tindakan brutal.
Sungguh sebuah hidup yang penuh, bahkan ketika pada akhirnya Kartini menemukan satu-satunya yang dia kehendaki, "Ingin benar saya menggunakan gelar tertinggi, yaitu hamba Allah]'
"Sementara saya menulis skenario Kartini, Abidah telah berhasil memotret sisi
perempuan yang tak terbaca laki-laki. Karena itu, kehidupan Kartini menjadi
penting untuk diceritakan olehnya."
—Hanung Bramantyo, sutradara film Kartini
Tidak tersedia versi lain