Text
Kedudukan hukum anak akibat batalnya perkawinan karena orng tuanya memiliki hubungan darah
ABSTRAK
Kedudukan Hukum Anak Akibat Batalnya Perkawinan Karena Orangtuanya Memiliki Hubungan Darah
OLEH Teddy Pratama Riska
Kala kunci: Pembatalau Perkawinan, Perkawinan Sedarah, Hak Waris Anak
Perkawinan adalah pertalian yang seteguh-teguhnya dalam hidup dan kehidupan manusia bukan saja antara suami dan istri serta keturunannya, akan tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam perkawinan tak luput dari adanya masalah ataupun konflik yang terjadi yang mengakibatkan putusnya tali perkawinan tersebut atau perceraian. Seperti halnya perceraian, pembatalan perkawinan ternyata membawa konsekuensi yang tidak jauh berbeda dengan masalah perceraian, dalam kaitannya dengan perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah, semenda, dan sesusuan sampai pada derajat tertentu adalah suatu hal yang bisa mengancam kelangsungan perkawinan tersebut. Hal itu juga turut mempengaruhi status dari anak yang dilahirkan, apakah memang anak dari perkawinan yang demikian harus dianggap sah dari perkawinan antara dua orang yang mempunyai hubungan darah.
Permasalahan yang timbul bagaimana kedudukan hukum anak akibat batalnya perkawinan karena orang tuanya memiliki hubungan darah dan bagaimana dengan hak waris-mewarisnya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum normative. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian terhadap harmonisasi dan kekosongan hukum. Sifat penelitiannya yaitu deskriptif dan eksplanatif. Jenis data yang digunakan yaitu berupa data primer dan data sekunder. Teknik pengelolaan data yaitu dengan menghubungkan antara data primer dan data sekunder tersebut untuk menemukan jawaban dari permasalahan yang diteliti. Teknik analisis bersifat kualitatif.
Hasil penelitian ini terdiri atas dua hal. Pertama, status hukum atau kedudukan hukum anak yang dilahirkan dari perkawinan sedarah apabila terjadi pembatalan perkawinan yang diputuskan melalui pengadilan maka berdasarkan pasal 75 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam dan Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa putusan atas pembatalan perkawinan tersebut tidak berlaku surut atas anak-anak yang dihasilkan dari perkawinan tersebut, sehingga anak yang dihasilkan dari perkawinan sedarah kedudukannya adalah sebagai anak sah. Kedua, berdasarkan ketentuan yang terdapat di dalam pasal 75 ayat (2) KHI dan Pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, maka anak yang diliasilkan dari perkawinan sedarah merupakan anak sah berdasarkan hukum, maka hal tersebut memiliki akibat hukum terhadap hak waris anak. Oleh karerta status anak yang dihasilkan dari perkawinan sedarah merupakan anak sah maka anak tersebut memiliki hak waris atas harta dari kedua orang tua sebagaimana layaknya anak sah lainnya.
Tidak tersedia versi lain