Text
Perlindungan HAM anak luar kawin : dalam konsep HAM dan hukum perdata Indonesia
Hak-hak anak merupakan bagian dari hak asasi manusia. Suatu tindakan kejahatan yang merampas hak-hak anak dapat disamakan sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia, termasuk masalah kekerasan terhadap anak baik dalam bentuk kekerasan seksual, kekerasan psikis maupun kekerasan fisik.
HAM berkaitan erat dengan istilah hak dan hukum. Secara umumnya hak anak dilindungi secara komprehensif dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Hal ini bertujuan agar anak sebagai warga negara yang rentan terhadap pelanggaran hukum tetap terpenuhi hak-haknya sesuai konstitusi.
Berdasarkan Penjelasan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ditegaskan bahwa membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan, yang juga merupakan tujuan perkawinan. Pemeliharaan dan pendidikan anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Menjadi orang tua memiliki tanggung jawab yang sah dan tanggung jawab moral. Orang tua bertanggung jawab untuk memberi makan, tempat tinggal, mendidik dan kesehatan kepada anaknya. Orang tua yang lalai dalam menyediakan kebutuhan dasar bagi anak dapat dikenakan sanksi. Orang tua juga memiliki kewajiban moral untuk mencintai dan menjadikan anak sebagai anggota masyarakat yang berguna.
Perkawinan yang tidak dicatat dapat diartikan bahwa peristiwa perkawinan tersebut tidak pernah ada sehingga anak yang lahir di luar perkawinan tersebut menurut undang-undang dikategorikan sebagai anak luar kawin. Status hukum dari seorang anak luar kawin hanya akan mempunyai hubungan keperdataan dari ibu dan keluarga ibunya saja, sedangkan dengan ayah biologis dan keluarganya anak luar kawin sama sekali tidak mempunyai hubungan keperdataan. Demikian pula dalam hal pembuatan identitas diri anak berupa akta kelahiran, maka dalam akta kelahiran anak luar kawin akan tercatat bahwa anak tersebut adalah anak luar kawin dengan hanya mencantumkan nama ibunya saja, sedangkan nama bapaknya tidak tercantum. Fakta tersebut menunjukan adanya diskriminasi dan tidak adanya perlindungan hukum bagi anak yang lahir dari perkawinan yang tidak dicatatkan. Adapun terhadap Pasal 43 ayat (1) UU 1/1974 yang menyatakan : “Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”
Keluarnya Putusan MK Nomor 46/PUU-VIII/2010 tersebut yang juga merupakan bahagian dari reformasi hukum, sehingga si anak juga mempunyai hubungan yuridis dengan ayah biologisnya apabila dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum.
Adanya Putusan MK ini juga merupakan landasan hukum bagi seorang anak untuk menuntut pemenuhan haknya kepada ayah biologisnya, yang selama ini sebelum adanya putusan MK hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya saja.
Tidak tersedia versi lain