Text
Hukum Indonesia di masa depan
Hukum sebagai bagian yang integral dari kehidupan masyarakat menegaskan bahwa adanya suatu
hukum sejatinya berkelindan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Proses perkembangan
masyarakat yang sangat kompleks tersebut juga makin meniscayakan peran hukum di dalamnya,
sebagaimana yang disampaikan oleh Roscoe Pound bahwa “the law must be stable but it must not
stand still”. Di era milenial dan globalisasi ini, terlebih dengan adanya perkembangan teknologi dan
informasi yang lazim disebut sebagai Revolusi Industri 4.0, maka peran dan konsistensi hukum
menjadi sangat krusial karena harus mampu mengawal dan menjaga tatanan masyarakat yang sudah
semakin kompleks. Bahkan, semakin masifnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
yang dikarenakan oleh adanya Revolusi Industri 4.0 telah membuat hukum (dalam hal ini hukum
negara) menjadi terancam eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dengan seiring perkembangan teknologi
dan informasi dunia seakan menjadi borderless atau tidak jelas batasnya, bahkan dengan
perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kita laksana telah kembali ke dalam sebuah benua
besar bernama “Pangaea mode baru”, karena jika pada zaman dahulu benua menyatu karena
daratannya yang bersatu, namun kini, dunia laksana bersatu bukan karena daratannya melainkan
karena aktivitas manusianya. Hal inilah yang kemudian mengubah sebuah paradigma berpikir kita
pada era ini bahwa yang terpenting bukan “natural-central”, namun lebih terletak pada
“human-central”. Dengan demikian, meski teknologi berkembang pesat namun manusia tetap
menjadi subjek dan titik sentral dalam Revolusi Industri 4.0.
Memasuki tahun 2021, perkembangan substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum
menghadapi kemampuannya beradaptasi. Mochtar Kusumaatmadja mengutarakan adalah
menciptakan sebuah ketertiban sehingga menjadi pokok terciptanya sebuah struktur sosial yang
teratur. Selain itu, hukum memiliki tujuan lain yakni membuat keadilan yang sesuai dengan
masyarakat dan zaman dapat terwujud. Charles Darwin sebagaimana dikutip Megginson, “It is not the
strongest of the species that survives, it is the one that is the most adaptable to change.” Namun,
perubahan itu tidak stabil dan progresif — ia diselingi oleh momen-momen di mana peristiwa geologis
yang dramatis mendorong perubahan yang cepat. Namun, di saat yang bersamaan Ralf Michels
pernah berujar bahwa “Lawyers are bad at predicting the future: they have enough work on their
hands with the present” Klaim yang demikian ini sesungguhnya beralasan apabila meninjau dari
kacamata non-hukum melihat hukum itu sendiri. Hukum sebagai sebuah produk maupun sarjana
hukum atau penegak hukum lainnya dalam beberapa pandangan dianggap obstacle (kendala) dalam
memecahkan persoalan sosial.
Oleh karena itu, Kolegium Jurist Institute mengurai diskurus perihal prognosa hukum di masa depan
melalui beberapa pembahasan diberbagai sektor dan bidang khususnya di bidang hukum publik dan
hukum privat. Para penulis antara lain: Ahmad Redi, Ibnu Sina Chandranegara, Luthfi Marfungah,
Ahmad Sofian, Nani Mulyati, Orin Gusta Andini, Nathalia Michelle, Hengky Adinata, Jeremya Chandra,
Petrus Richard Sianturi, Mughni Labib Ilhamuddin Is Ashidigie, Efendik Kurniawan, Moh. Fernanda
Gunawan, Angghie Permatasari, dan Latipah Nasution.
Tidak tersedia versi lain